“God must love crazy people…”, kata Chacin kepada Rambo ketika tahu kenekatan Rambo akan masuk ke Afghanistan seorang diri sementara orang-orang ‘gila’ sebelumnya belum pernah ada yang selamat bisa keluar (cuplikan dialog dalam film “Rambo 3”).
Hari ini saya dikejutkan dengan meninggalnya Mbah Surip, seniman ‘gila’ yang bagi saya menjadi inspirasi bagi pembuktian bahwa sukses itu tidak berbanding lurus dengan umur, penampilan, pemikiran atau urusan materi. Sepanjang hidup saya pernah menggemari seniman musik, teater, tari, lukis, kriya dan film. Namun belum pernah ada yang begitu membekas di alam pemikiran saya seperti ketika kenal Mbah Surip.
Mbah Surip telah berhasil mewakili crazy people yang di-must love-i oleh God….. Sukses Mbah Surip diraih ketika anggapan persyaratan umur, penampilan, pemikiran atau pernik-pernik urusan materi tidak lagi terpenuhi. Banyak sedekah, selalu berdoa dan visi sederhananya untuk menyenangkan orang lain digendong kemana-mana sebagaimana Mbah Surip menggendong siapa saja yang mau digendongnya. “Tak gendong kemana-mana… Mantep to…, enak to…., ha…ha…ha…ha…”.
Orang boleh saja mengatakan Mbah Surip meninggal karena kelelahan, kebanyakan ngudut rokok kretek dan kebanyakan ngopi, sementara makannya tidak teratur. Tipikal orang-orang ‘gila’ atau gelandangan yang makan dan tidurnya memang tidak perlu diatur. Tetapi ‘ketidak-teraturan’ hidup Mbah Surip itulah yang merangsangnya menggapai sukses di hari tuanya.
Perlu kegilaan untuk menjadi seperti Mbah Surip. Dan herannya orang-orang ‘gila’ seperti Mbah Surip itulah yang justru dicintai Tuhan, dalam makna bahwa Tuhan akan membuktikan hukum alamnya (sunatullah) bahwa setiap kerja keras yang disertai doa tulus pasti, sekali lagi pasti, akan membuahkan hasil. Pasti, dalam konotasi sebagai perwujudan terbaik menurut sudut pandang Tuhan.
Saya tidak tahu apakah Mbah Surip ini tergolong sebagai umat yang tekun beribadah atau tidak. Namun setidak-tidaknya, keyakinannya akan arti sebuah kerja keras, semangat untuk berbagi dan memberi, dan berdoa hanya dan hanya kepada Tuhan, adalah cermin kesalehannya sebagai seorang hamba. Hamba yang ‘gila’. Hamba yang berpikir out of the box, bahkan box-nya telah disobek-sobeknya. Hamba yang tidak pernah ‘mati’ karena Mbah Surip tidak pernah diperbudak oleh pekerjaan yang tidak dicintainya. Hamba yang akan melakukan apa saja bahkan dengan medium yang bagi orang awam dianggap aneh. Hamba yang berani membuat terobosan. Hamba yang berpikir paradoksal, yang tidak mungkin menjadi mungkin. Hamba yang begitu menikmati arti kemedekaan…. (sebentar lagi perayaan 17-an).
Mbah Surip di usia senjanya seperti sebuah kelahiran baru (aneh, lahir langsung tua…) tetapi membawa spirit tentang sukses dan tentang kemauan keras untuk sukses. Tidak perduli teori atau hukum apapun yang diyakini orang lain, melainkan keyakinannya bahwa Tuhan akan menyertai orang-orang ‘gila’. Kebebasan berekspresi, kata para seniman. Kemerdekaan hidup, kata orang-orang yang pernah mengalami penjajahan.
“Selamat jalan, Mbah….. Hati-hati di jalan ya, di Bogor ada tabrakan kereta, di Papua ada pesawat keblusuk, di Natuna ada kapal klelep….. Insya Allah, amal saleh Sampeyan dicatat di buku besarnya Tuhan Yang Maha Jujur, Adil, Rahasia dan Demokratis, tidak seperti catatannya orang-orang yang Sampeyan kenal selama ini”.
Merdeka, Mbah…!
Yogyakarta, 4 Agustus 2009
Yusuf Iskandar
——-
Mewakili ekspresi saya tentang Mbah Surip, berikut ini kutipan catatan status saya di Facebook :
Tiada seniman yg begitu menginspirasi melainkan Mbak Surip, dan Mbah Surip adalah utusan ‘orang-2 gila’ yg turut membuktikan mampu mengubah ‘dunia’…. (04/08/09).
“Banyak orang mati setelah diperbudak oleh pekerjaan yang tidak dicintainya”, kata Spike Lee, sutradara film “Miracles at St. Anna”. (03/08/09).
“Aku tidak hanya berpilkir ‘out of the box’. Aku telah merobek-robeknya…..”. Penggalan dialog dalam film “The Fast And The Furious III”. (01/08/09)