Pesta demokrasi kedua tahun ini segera berlangsung di seluruh pelosok negeri. Pesta itu bernama Pemilihan Presiden (Pilpres) yang akan digelar pada hari Rabu, 8 Juli 2009. Dari sekian puluh juta warga yang berhak hadir di pesta, ada yang menganggapnya penting dan siap melakukan langkah tegap menuju pesta, ada yang biasa-biasa saja lenggang-kangkung, ada yang cuek-bebek ogah-ogahan, ada juga yang “ah, prek…”. Kelompok yang terakhir ini lebih memilih jadi penggemar Michael Jackson melakukan moonwalk di bulan purnama Rabu Pahing, tanggal 15 Rajab 1430H.
Inilah pesta yang ditunggu-tunggu hasilnya oleh sebagian besar rakyat negeri, bahkan termasuk oleh kelompok “ah, prek…”. Yang ditunggu adalah hasilnya, bukan pestanya. Siapa diantara tiga kandidat yang akan menerima mandat rakyat untuk melanjutkan memimpin negeri ini. Mudah-mudahan kata ‘memimpin’ juga diterjemahkan sebagai membangun, memajukan, memakmurkan, mensejahterakan serta mengamankan. Bukan hanya memimpin thok…., setelah itu terserah rakyatnya disuruh bangun dan sejahtera sendiri-sendiri.
***

Capres No. 1 - Megawati Soekarnoputri

Capres No. 2 - Susilo Bambang Yudhoyono

Capres No. 3 - Muhammad Jusuf Kalla
Sejak acara pra-pesta antara lain kampanye dan debat capres/cawapres, saya mencoba menikmati suasananya, melalui media surat kabar, televisi maupun internet. Adakalanya seru, ada kalanya lucu, ada kalanya menggemaskan, sesekali menjengkelkan. Satu-satunya cara untuk bisa menikmati serangkaian acara pra-pesta itu adalah menjadikannya sebagai sebuah acara entertainment. Dengan begitu saya tidak perlu membuang energi untuk mikir, melainkan nikmati saja, enjoy aja…
Ketika yang muncul di permukaan adalah tentang sesuatu yang logis dan masuk akal, saya manggut-manggut. Ketika yang terdengar adalah tentang mimpi, saya menghisap rokok dalam-dalam kemudian saya tiupkan asapnya ke layar televisi. Ketika ada yang lucu, segera saya mengingat lagunya Mbah Surip lalu tertawa bersama anak saya dengan irama serak patah-patah. Enak to…., mantep to….
Acara debat capres (terutama yang terakhir) lebih enak dinikmati. Tidak monoton dan datar seperti debat sebelumnya. Bak sebuah pertunjukan teater, ada pemainnya yang nampak piawai berimprovisasi dan melakukan blocking dengan manis di atas pentas. Ada juga muncul paparan dialog yang begitu runtut, sistematis dan enak didengar dengan mimik meyakinkan. Namun sesekali ada juga yang menyanyikan lagunya Kuburan Band, dari nada kunci C, A minor, D minor, ke G, ke C lagi…, ke C lagi…., ke C lagi…. Semuanya berlangsung wajar, apa adanya (ya memang seperti itulah adanya).
Sungguh saya begitu menikmatinya, membuat saya semakin bisa membaca apa yang ada di pikiran mereka, bagaimana cara mikirnya, serta bagaimana mereka menata, mendudukkan dan berbagi buah pikirannya. Akhirnya dapat mempersempit pilihan saya (meskipun sampai mendekati hari pesta rasanya kok masih enggak sempit-sempit juga, dan itu pun tidak terlalu menjadi soal). Kalaupun saya belum punya pilihan hingga detik terakhir, semoga sekian puluh juta tetangga saya sebangsa dan setanah air sudah menentukan pilihannya secara demokratis. Suka tidak suka dan setuju tidak setuju, negeri ini pasti akan dipimpin oleh seorang presiden, setidak-tidaknya oleh satu di antara ketiga kandidat yang ada.
Saya ingat ketika tahun lalu Barack Obama dan John McCain saling berdebat dan beradu argumen sebagai bagian dari agenda pesta demokrasi Amerika. Masing-masing kandidat menunjukkan kelasnya tanpa perlu merasa saling tidak enak atau tidak sopan, melainkan terbungkus dalam kemasan pesta demokasi. Rakyat Amerika pun tidak merasa bosan duduk di depan televisi mengikuti acara semacam itu, karena mereka menikmatinya sebagai acara entertainment yang mendidik, bernas dan menambah wawasan.
Saya berusaha menikmati acara debat tiga capres Indonesia seperti rakyat Amerika menikmati acara yang sama menjelang pemilihan presidennya. Maka yang melintas di pikiran saya adalah acara entertainment tentang bagaimana tiga selebriti politik negeri ini tampil di depan publik, mempertontonkan kapabilitas, kompetensi dan kelayakannya untuk dipilih.
Kalaupun kemudian masih juga saya merasa sulit untuk memilih, maka saya akan tetap ingin mengikuti pestanya untuk menikmati suasananya. Sebab ini adalah acara entertainment lima tahunan. Teriring doa seperti tulisan di atas pintu tol Bogor dari arah Jakarta : “Kutunggu Campur TanganMu Tuhan Pada 8 Juli 2009”.
Yogyakarta, 4 Juli 2009 (‘Met Ultah Amerika….!)
Yusuf Iskandar